Diare Berdarah

Diare BerdarahDiare berdarah atau disentri adalah diare dengan darah dan lendir dalam tinja dapat disertai dengan adanya tenesmus.


Diare berdarah dapat disebabkan oleh kelompok penyebab diare, seperti oleh infeksi bakteri, parasit, alergi protein susu sapi, tetapi sebagian besar disentri disebabkan oleh infeksi bakteri. Penularannya secara fekal oral, kontak dari orang ke orang. Infeksi ini menyebar melalui makanan dan air yang terkontaminasi dan biasanya terjadi pada daerah dengan sanitasi dan hygiene perorangan yang buruk.

Di Indonesia penyebab disentri adalah Shigella, Salmonella, Campylobacter jejuni, Escherichia coli (E. coli), dan Entamoeba histolytica. Disentri berat umumnya disebakan oleh Shigella dysentriae, Shigella flexneri, Salmonella dan Entero Invasive E. Coli (EIEC).

Aspek khusus penatalaksanaan disentri adalah beri pengobatan antibiotik oral (selama 5 hari), yang masih sensitif terhadap Shigella menurut pola setempat atau di negara tersebut. Obat lini pertama untuk disentri adalah Cotrimoksasol.

Lokasi dimana S. flexneri yang terbanyak, antibiotik yang sensitif (100%) antara lain adalah siprofloksasin, kloramfenikol, asam nalidiksat, seftriakson, dan azitromisin. Trimetropim yang dulu disarankan sebagai lini pertama sudah tidak sensitif (0%) lagi (Putnam et al, 2007). Sedangkan penelitian di Jakarta pada bulan Juli hingga Oktober 2005 menunjukkan bahwa Shigella sonnei dan Shigella flexneri sensitif terhadap siprofloksasin, kloramfenikol, asam nalidiksat, dan sefiksim; sedangkan kotrimoksazol, kolistin, dan tetrasiklin sudah mengalami resistensi (Elvira et al., 2007).

Asam nalidiksat tidak banyak beredar di pasaran. Dosis siprofloksasin untuk anak-anak adalah 15 mg/kg BB 2x perhari selama 3 hari, peroral. (WHO, 2005).

Jika menegakkan diagnosis klinik lain, beri terapi kausal yang sesuai :
  • Giardasis diberi metronidazol dengan dosis 30-50 mg/kgBB/hari dibagi 3 dosis selama 10 hari.
  • Infeksi Campylobacter diobati dengan eritromisin 10 mg/kgBB maksimum 500 mg per dosis setiap 6 jam selama 5-7 hari.
  • Infeksi Salmonella diobati dengan kloramfenikol 50-75 mg/kgBB/hari maksimal 2 gram per hari dibagi 4 dosis.
  • Infeksi Clostridium difficile diobati dengan metronidazol dengan dosis 30-50 mg/kgBB/hari dibagi 3 dosis selama 7-10 hari.
  • Lakukan tatalaksana LINTAS Diare
KOLERA / SUSPEK KOLERA
Diare terus menerus, cair seperti air cucian beras, tanpa sakit perut, disertai muntah dan mual diawal penyakit. Seseorang dicurigai kolera apabila :
  • Penderita berumur >5 tahun menjadi dehidrasi berat karena diare akut secara tiba-tiba (biasanya disertai muntah dan mual), tinjanya cair seperti air cucian beras, tanpa rasa sakit perut (mulas); atau
  • Setiap penderita diare akut berumur >2 tahun di daerah yang terjangkit KLB Kolera.
  • Kasus kolera ditegakkan dengan pemeriksaan laboratorium
  • Chloramphenicol mungkin dapat digunakan bila antibiotika yang dianjurkan diatas tidak tersedia atau bila V. cholerae 01 resisten terhadap antibiotika diatas.
  • Doxycycline adalah antibiotika pilihan untuk orang dewasa (kecuali wanita hamil) karenanhanya dibutuhkan dosis tunggal.
  • TMP-SMX adalah antibiotika pilihan untuk anak-anak. Tetracycline sama efektifnya namun begitu, di beberapa negara tidak ada sediaan untuk anak-anak.
  • Chloramphenicol adalah antibiotika pilihan utana untuk wanita hamil (trimester 1 dan 2), Tetracycline merupakan obat pilihan utama.
6. Epidemiologi
Diare merupakan salah satu penyebab angka kematian dan kesakitan tertinggi pada anak, terutama pada anak berumur kurang dari 5 tahun (balita). Di negara berkembang, sebesar 2 juta anak meninggal tiap tahun karena diare, dimana sebagian kematian tersebut terjadi di negara berkembang (Parashar, 2003). Berdasarkan laporan WHO, kematian karena diare di negara berkembang diperkirakan sudah menurun dari 4,6 juta kematian pada tahun 1982 menjadi 2 juta kematian pada tahun 2003 (WHO, 2003). Di Indonesia, angka kematian diare juga telah menurun tajam. Berdasarkan data hasil survei rumah tangga, kematian karena diare diperkirakan menurun dari 40% pada tahun 1972 hingga 26,9% pada tahun 1980, 26,4% tahun 1986 hingga 13% tahun 2001 dari semua kasus kematian.

Selama 2003-2010, KLB diare menunjukkan fluktuasi baik frekuensi kejadian dan jumlah penderitanya maupun Case Fatality Rate nya. KLB diare terjadi hampir di seluruh wilayah Indonesia.

KLB diare sering terjadi di daerah yang mengalami kekeringan, kemarau panjang, sanitasi buruk, rendahnya kebersihan perorangan. KLB diare juga sering terjadi pada sekelompok orang yang sedang mengadakan perjalanan, kelompok jemaah haji, pengungsi dan sebagainya, baik disebabkan karena buruknya sanitasi dan penyediaan air bersih, status gizi dan kondisi kesehatan menurun.

7. Kejadian Luar Biasa dan Penanggulangannya
Upaya penanggulangan KLB diarahkan terutama mencegah terjadinya dehidrasi dan kematian. Penegakan sistem rujukan dari keluarga – pos pelayanan kesehatan dilakukan dengan cepat dan menjangkau semua penderita. Apabila diagnosis etiologi dapatteridentifikasi dengan tepat, maka pemberian antibiotika dapat mempercepat penyembuhan dan sekaligus menghilangkan sumber penularan dengan cepat. Bagimanapun juga identifikasi faktor risiko lingkungan sangat penting untuk mencegah penyebaran penyakit.

1) Penyelidikan Epidemiologi
Telah terjadi KLB diare pada suatu wilayah tertentu apabila memenuhi salah satu kriteria :
  • Timbulnya suatu penyakit menular tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 yang sebelumnya tidak ada atau tidak dikenal pada suatu daerah.
  • Peningkatan kejadian kesakitan terus menerus selama 3 (tiga) kurun waktu dalam jam, hari atau minggu berturut-turut menurut jenis penyakitnya.
  • Peningkatan kejadian kesakitan dua kali atau lebih dibandingkan dengan periode sebelumnya dalam kurun waktu jam, hari atau minggu menurut jenis penyakitnya.
  • Jumlah penderita baru dalam periode waktu 1 (satu) bulan menunjukkan kenaikan dua kali atau lebih dibandingkan dengan angka rata-rata per bulan dalam tahun sebelumnya.
  • Rata-rata jumlah kejadian kesakitan per bulan selama 1 (satu) tahun menunjukkan kenaikan dua kali atau lebih dibandingkan dengan rata-rata jumlah kejadian kesakitan per bulan pada tahun sebelumnya.
  • Angka kematian kasus suatu penyakit (Case Fatality Rate) dalam 1 (satu) kurun waktu tertentu menunjukkan kenaikan 50% (lima puluh persen) atau lebih dibandingkan dengan angka kematian kasus suatu penyakit periode sebelumnya dalam kurun waktu yang sama.
Penegakan diagnosis KLB berdasarkan gambaran klinis kasus, distribusi gejala, gambaran epidemiologi dan hasil pemeriksaan laboratorium :
  • Distribusi gejala kasus-kasus pada KLB diare karena V. cholerae. Diare berbentuk cair seperti air beras merupakan tanda khas pada diare kolera ini. Sebagian besar penderita menunjukkan gejala diare cair dan muntah yang hebat disertai dehidrasi, shock tanpa tenesmus, terutama terjadi peningkatan kasus pada golongan umur diatas 5 tahun atau dewasa. Pada KLB ini sering disertai kematian, terutama pada anak balita. Spesimen tinja untuk pemeriksaan adanya bakteri V. cholerae, diperoleh dengan rectal swab, kemudian dimasukkan ke dalam botol Carry and Blair, serta disimpan pada suhu kamar. Spesimen muntahan untuk pemeriksaan V. Cholerae diambil sebanyak 1–5 cc dari tempat penampungan, kemudian dimasukkan ke dalam botol alkali pepton, disimpan pada suhu kamar. Sampel air untuk pemeriksaan kuman V. Cholerae diambil sebanyak 1 liter dan disimpan dalam suhu dingin 40C.
  • Distribusi gejala pada KLB diare karena disentri menunjukkan karakteristik gejala diare dengan darah, lendir disertai tenesmus (mules). Pada diare shigella dan salmonella non tifosa disentri sering berbau busuk, sementara pada amuba berbau amis. Pada pemeriksaan spesimen tinja ditemukan kuman penyebab.
  • Pada C. Jejuni sering menyerang pada anak-anak dan juga binatang (ayam dan anjing). Gejala yang timbul panas selama 2–5 hari.
Disamping penegakan diagnosis KLB, penyelidikan KLB diare dapat menggambarkan kelompok rentan dan penyebaran kasus yang memberikan arah upaya penanggulangan. Kurva epidemi dibuat dalam harian dan mingguan kasus dan atau kematian. Tabel dan grafik dapat menjelaskan gambaran epidemiologi angka serangan (attack rate) dan case fatality rate menurut umur, jenis kelamin dan wilayah tertentu. Peta area map dan spot map dapat menggambarkan penyebaran kasus dan kematian dari waktu ke waktu.

Pada penyelidikan KLB juga dapat menggambarkan hubungan epidemiologi kasus-kasus dan faktor risiko tertentu, sanitasi dan sebagainya yang sangat diperlukan dalam upaya pencegahan perkembangan dan penyebaran KLB diare. Hubungan kasus-faktor risiko tidak selalu diperoleh berdasarkan hubungan asosiasi, tetapi dapat diperkirakan dari pola penyebaran kasus dan pola sanitasi daerah KLB dalam suatu peta atau grafik.

2) Upaya Penanggulangan KLB
Upaya penanggulangan KLB melakukan upaya penyelamatan penderita dengan mendekatkan pelayanan ke masyarakat di daerah berjangkit KLB diare, yaitu dengan membentuk pos kesehatan dan pusat rehidrasi yang diikuti dengan penyuluhan agar masyarakat dapat melakukan pertolongan sementara di rumah tangga dan segera membawa ke pos pelayanan kesehatan terdekat.

Upaya pencegahan dilakukan sesuai dengan hasil penyelidikan terhadap populasi berisiko dan faktor risikonya. Secara umum, pada KLB kolera pemberian antibiotika pada penderita dapat sekaligus memutus mata rantai penularan dan diikuti dengan distribusi air bersih, memasak air sebelum diminum, pemberian kaporit dan pengamanan makanan. Upaya penanggulangan didukung oleh sistem surveilans selama periode KLB yang dapat menuntun arah dan evaluasi upaya penanggulangan.

Tugas utama Pos Kesehatan dan Pusat Rehidrasi (PR) adalah :
  • Merawat dan memberikan pengobatan diare sesuai bagan tatalaksana diare sesuai derajat dehidrasinya (sesuai standar)
  • Melakukan registrasi pencatatan nama, umur, alamat lengkap, tanggal berobat dan waktu mulai sakit, gejala, diagnosa (sebagaimana terlampir)
  • Mengatur logistik dan obat-obatan
  • Memberikan penyuluhan kepada penderita dan keluarga
  • Memberikan pengobatan preventif terhadap kontak serumah pada kasus/KLB kolera.
  • Membuat laporan harian kepada puskesmas.
Tim penanggulangan KLB menyelenggarakan penyuluhan untuk melakukan perawatan dini dan mencermati tanda-tanda dehidrasi, penyuluhan segera berobat bagi setiap penderita dan bahkan secara aktif mencari kasus sedini mungkin. Upaya ini bekerjasama dengan para guru, petugas desa atau kelurahan, petugas Puskesmas lainnya.

Pada KLB kolera dapat dilakukan kaporisasi sumber air minum yang digunakan oleh penduduk daerah terjangkit KLB diare. Penduduk juga mendapat penyuluhan memasak air minum, pengamanan makanan dari pencemaran, lisolisasi bahan atau pakaian dan lantai.

8. Sistem Kewaspadaan Dini KLB
Secara nasional KLB diare sudah jauh berkurang dan jarang terjadi, tetapi sepanjang tahun masih dilaporkan adanya KLB diare karena kolera di beberapa daerah di Indonesia. Namun demikian kewaspadaan dini terhadap kemungkinan terjadinya KLB Diare tetap harus dilakukan.

Kegiatan SKD KLB Diare adalah pengamatan dan pencatatan untuk :
  • Kasus diare mingguan untuk melihat pola maksimum-minimum tahunan (trend dilihat minimal dalam 3 tahun).
  • Faktor risiko (perubahan iklim, lingkungan, sanitasi, PHBS).
PWS KLB diare harus dilaksanakan di setiap unit pelayanan, terutama di Puskesmas dan rumah sakit serta Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan pelaporan berjenjang sampai ke tingkat Pusat. PWS KLB diare juga perlu dikembangkan di laboratorium, baik di Balai Laboratorium Kesehatan Pusat dan Daerah maupun laboratorium rumah sakit dan puskesmas.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar