Penyakit Difteri adalah penyakit menular akut pada tonsil, faring dan hidung kadang-kadang pada selaput mukosa dan kulit. Difteri dapat menyerang orang yang tidak mempunyai kekebalan.
1. Gambaran klinis
Difteri mempunyai gejala klinis demam ±380C,
pseudomembran putih keabu-abuan, tak mudah lepas dan mudah berdarah di
faring, laring atau tonsil, sakit waktu menelan, leher membengkak
seperti leher sapi (bullneck), karena pembengkakan kelenjar leher dan
sesak nafas disertai bunyi (stridor).
Kasus Difteri dapat diklasifikasikan dalam kasus probable dan kasus konfirmasi :
- Kasus probable adalah kasus yang menunjukkan gejala-gejala demam, sakit menelan, pseudomembran, pembengkakan leher dan sesak nafas disertai bunyi (stridor).
- Kasus konfirmasi adalah kasus probable disertai hasil laboratorium, berupa hapus tenggorok & hapus hidung atau hapus luka di kulit yang diduga Difteri kulit.
2. Etiologi
Kuman penyebab adalah Corynebacterium Diphtheriae. Infeksi oleh kuman
sifatnya tidak invasif, tetapi kuman dapat mengeluarkan toxin, yaitu
eksotoksin. Toksin ini mempunyai efek patologik sehingga menyebabkan
orang jadi sakit. Ada 3 tipe dari Corynebacterium Diphtheriae yaitu tipe
mitis, tipe intermedius dan tipe gravis. Kuman ini dapat hidup pada
selaput mukosa tenggorokan manusia tanpa menimbulkan gejala penyakit.
Keadaan ini disebut carrier. Pada masa non epidemi ditemukan carrier
rate sebesar 0,5%-1,2% dari penduduk dan kumannya adalah tipe mitis,
sedangkan pada masa epidemi carrier rate bisa meningkat menjadi 25%-40%
dan kumannya adalah tipe gravis.
Strain yang mulanya nontoxigenic bisa menjadi toxigenic, jika strain
tersebut terinfeksi virus yang spesifik atau bakteriofag, sehingga
strain tadi mengeluarkan toksin ampuh dalam jumlah besar yang
menyebabkan sakit dan kematian pada penduduk yang tidak mendapat
vaksinasi. Penyakit ini sebagian besar ditemukan pada anak-anak golongan
umur 1–5 tahun. Sebelum umur 1 tahun, anak-anak masih mendapat
perlindungan pasif dari ibunya. Waktu anak umur 1 tahun, antibodi
tersebut sudah habis. Maka penyakit Difteri mulai dapat menyerang mereka
yang belum pernah sakit atau yang sebelumnya sudah kontak dengan strain
Difteri jinak, tetapi tidak mempunyai respons immunotoxigenic yang
cukup kuat. Karena penduduk yang tidak rentan (non susceptible) semakin
besar dengan bertambahnya umur, maka sesudah umur 5 tahun, age specific
attack rate makin menjadi kecil.
3. Masa inkubasi
Masa inkubasi antara 2–5 hari. Masa penularan penderita 2-4 minggu sejak
masa inkubasi, sedangkan masa penularan carrier bisa sampai 6 bulan
4. Sumber dan cara penularan
Sumber penularan adalah manusia baik sebagai penderita maupun carrier.
Seseorang dapat menyebarkan bakteri melalui pernafasan droplet infection
atau melalui muntahan, pada difteri kulit bisa melalui luka di tangan.
Kriteria kasus dan kontak :
a. Kontak kasus : Adalah orang serumah, tetangga, teman bermain, teman sekolah, termasuk guru, teman kerja.
b. Carrier : Adalah orang yang tidak menunjukkan gejala klinis, tetapi hasil pemeriksaan laboratorium positif C. Diphteriae.
5. Pengobatan
Pemberian Anti Difteri Serum (ADS) 20.000 unit intra muskuler bila
membrannya hanya terbatas pada nasal atau permukaan, bila sedang
diberikan ADS 60.000 unit dan jika membrannya sudah meluas diberikan ADS
100.000-120.000 unit. Sebelum pemberian serum dilakukan tes
sensitifitas.
Antibiotik pilihan adalah Penicillin Procain 50.000 unit/kgBB/hari,
diberikan sampai 3 hari setelah panas turun. Antibiotik alternatif
adalah erythromicyn 50mg/kgBB/hari selama 14 hari.
6. Epidemiologi
Di Amerika Serikat dari tahun 1980 hingga 1998, kejadian difteri
dilaporkan rata-rata 4 kasus setiap tahunnya, dua pertiga dari yang
terinfeksi kebanyakan berusia 20 tahun atau lebih. KLB yang sempat luas
terjadi di Federasi Rusia pada tahun 1990 dan kemudian menyebar ke
negara-negara lain yang dahulu bergabung dalam Uni Soviet dan Mongolia.
Di Ekuador telah terjadi KLB pada tahun 1993/1994 dengan 200 kasus,
setengah dari kasus tersebut berusia 15 tahun ke atas.
Di Indonesia, pada tahun 1997-2002 terjadi KLB difteri di Jambi,
Lampung, Bengkulu, Sumatera Selatan, Kalimantan Selatan, Kalimantan
Tengah, Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, Bali, Jawa
Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta dan Jawa Timur. Pada tahun 2011
dilaporkan beberapa kasus di provinsi Jawa Timur dan Kalimantan Timur.
Sampai minggu ke 39 tahun 2011 telah ditemukan 321 kasus positif difteri
(11 kematian) di 34 Kabupaten/ Kota Jawa Timur sedangkan Kalimantan
Timur telah dilaporkan 45 kasus pada tahun 2011.
7. KLB dan Penanggulangannya
Penanggulangan KLB Difteri ditujukan pada upaya pengobatan penderita
untuk mencegah komplikasi yang berat serta sekaligus menghilangkan
sumber penularan.
1) Penyelidikan Epidemiologi KLB
Penyelidikan Epidemiologi dilakukan terhadap setiap adanya 1 kasus
difteri, baik dari rumah sakit, puskesmas maupun masyarakat, yang
bertujuan untuk menegakkan diagnosis, memastikan terjadi KLB dan
menentukan kasus tambahan serta kelompok rentan.
a. Pelacakan kasus
Pelacakan kasus ke lapangan sangat penting karena kemungkinan akan
didapatkan kasus tambahan. Setiap kasus difteri dilakukan pelacakan dan
dicatat dalam formulir penyelidikan KLB difteri Pelacakan ke lapangan
sebaiknya segera setelah mendapatkan informasi dari rumah sakit atau
sumber lainnya.
b. Identifikasi kontak
Kontak serumah
Kontak serumah didatangi dengan menggunakan form pelacakan difteri,
seluruh anggota keluarga diperiksa dan diambil apusan tenggorokan atau
apusan hidung. Bagi yang menunjukkan gejala klinis difteri segera
dirujuk ke rumah sakit.
Kontak sekolah/ tetangga
Teman sekolah dan teman bermain atau tetangga terdekat indek kasus
terutama pada kontak yang ditemukan tanda-tanda faringitis atau
pilek-pilek dengan ingus kemerahan, maka segera dilakukan pemeriksaan
spesimen/swab tenggorokan. Guru sekolah dapat dimintakan bantuan
melakukan pengamatan terhadap anak sekolah yang menunjukkan gejala agar
segera melaporkan ke petugas kesehatan
2) Penanggulangan KLB
Penanggulangan KLB difteri ditujukan pada upaya pengobatan penderita
untuk mencegah komplikasi yang berat serta sekaligus menghilangkan
sumber penularan. Imunisasi diberikan untuk memberikan perlindungan pada
kelompok masyarakat rentan.
Adanya satu kasus difteri mengharuskan upaya pencarian kasus lain pada
kelompok rentan yang dicurigai, terutama kontak serumah, tetangga, teman
sepermainan, teman sekolah atau tempat bekerja, serta upaya pencarian
sumber penularan awal atau tempat kemungkinan adanya carrier. Disamping
identifikasi kasus baru lainnya, identifikasi cakupan imunisasi pada
bayi dan anak sekolah selama 5-10 tahun terakhir perlu dilakukan dengan
cermat.
a. Tatalaksana kasus
Kasus probable dirujuk ke Rumah Sakit, rawat dalam ruang terpisah dengan
penderita lain. Anti Difteri Serum (ADS) 20.000 Unit intra muskuler
diberikan jika membrannya hanya terbatas pada nasal atau permukaan saja,
jika sedang diberikan ADS 60.000 unit, sedangkan jika membrannya sudah
meluas diberikan ADS 1000.000 – 120.000 unit. Sebelum pemberian serum
dilakukan tes sensitivitas.
Antibiotik pilihan adalah penicillin 50.000 unit/kg BB/hari, diberikan
sampai 3 hari setelah panas turun. Antibiotik alternatif adalah
erythomicyn 50mg/kg BB/hari selama 14 hari.
Tracheostomi dapat dilakukan dengan indikasi dyspnea, stridor, epigastric dan suprastenal reaction pada pernafasan.
b. Tatalaksana kontak
Kontak probable dan konfirmasi mendapat pengobatan profilaksis dengan erythromycin 50mg/kg BB selama 7-10 hari.
c. Kegiatan Imunisasi
Imunisasi dilakukan pada lokasi KLB dan dusun-dusun sekitarnya yang
memiliki cakupan imunisasi DPT dan DT kurang dari 80%, dengan ketentuan :
- Anak kurang dari atau sama dengan 3 tahun mendapatkan imunisasi DPT_HB sebanyak 2 dosis dengan selang waktu 1 bulan tanpa memandang status imunisasi sebelumnya.
- Anak usia 3-7 tahun tahun mendapatkan imunisasi DT
- Anak usia lebih dari 7 tahun mendapatkan imunisasi Td
Ditulis Oleh : "Ade Putra Suma"
Terima Kasih atas kunjungan Anda. Saat ini Anda sedang membaca artikel tentang Penyakit Difteri. Jika Anda ingin mengcopy-paste atau menyebar-luaskan artikel ini, jangan lupa untuk meletakkan link dibawah ini sebagai sumbernya, Terima Kasih.
Artikel Terkait:
Label:
Ilmu Fisioterapi,
Ilmu Kedokteran,
Kesehatan
Belum ada komentar untuk "Penyakit Difteri"
Posting Komentar