Fisioterapi Pada Post Immobilisasi Dislokasi Shoulder (BAB II)



BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.    Deskripsi Kasus
1.    Definisi
Dislokasi shoulder adalah cidera pada persendian yang mana kepala tulang (caput humeri) lepas atau bergeser dari mangkoknya (cavitas glenoidalis). Sedangkan immobilisasi adalah meniadakan gerakan pada dua sisi sendi antara lain sendi distal cidera dan sendi proximal cidera dalam waktu yang relatip lama. Pada kasus  ini alat yang digunakan untuk mengimmobilisasi digunakan elastis bandage selama 3 – 6 minggu.

2.    Anatomi dan fisiologi
Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai dislokasi shoulder ini, maka dalam kerangka teori ini, penulis akan membahas terlebih dahulu mengenai anatomi dan fisiologi tentang shoulder joint. Adapun hal – hal pokok yang dibahas adalah anatomi dan fisiologi yang meliputi :
a.    Tulang
Tulang merupakan alat ungkit dalam gerakan, memberi bentuk pada tubuh yang menyediakan permukaan untuk mengaitnya otot – otot. Shoulder joint dibentuk oleh beberapa tulang yaitu : 1).Tulang scapula, 2).Tulang clavikula, 3).Tulang humerus.
1)   Tulang scapula
Os scapula atau tulang belikat adalah suatu tulang pipih yang berbentuk segitiga dan terletak pada thorax bagian dorsal.
2)   Tulang clavicula
Os clavicula menghubungkan lengan atas pada batang tubuh, ujung medial clavicula bersendi pada acromion melalui articulatio acromio clavicularis. Karena lengkungan-lengkungan clavicula tampak seperti huruf “S” yang memanjang pada permukaan ujung extremitas sterni, terdapat facies articularis sterni yang berbentuk segitiga yang dilapisi oleh tulang cartilage dan membentuk persendian sternoclavicularis, karena berhubungan dengan incisura clavicularis manubrium sterni dari anterior.
3)   Tulang humerus
Tulang humerus adalah salah satu tulang panjang yang terletak didaerah lateral, yang bersendi dengan scapula, radius dan ulna. Tulang humerus mempunyai tiga bagian yaitu: epiphysis proximal (ujung atas), diaphysis (bagian tengah), epiphysis distal (ujung bawah). Pada facies antero lateral bagian atas terdapat tuberocitas deltoidea merupakan tempat perlengketan (insertio) dari otot deltoid (Roger, 2002).
b.   Persendian
Tulang yang merupakan bagian dari kerangka badan yang mana satu sama lainnya dihubungkan dengan perantaraan suatu persendian. Pada daerah shoulder terdiri dari beberapa persendian dimana gerakannya tergantung satu sama lainnya. Persendian – persendian tersebut yaitu sendi glenohumeral, sendi acromioclavicularis, sendi scapulathoracalis, dan sendi sternoclavicularis.
1)   Sendi glenohumeralis
Sendi ini merupakan sendi sinovial yang bila dilihat bentuk permukaannya termasuk sendi ball dan socket joint (termasuk dalam sendi bola) dimana caput humeri berbentuk hampir setengah lingkaran bola. Sendi ini dibentuk oleh cavitas gleinodalis dari scavula yang berbentuk cekungan dangkal yang menyerupai mangkok. Pada caput humeri mempunyai sudut sekitar 1350 yang mana dilapisi oleh rawan hyalin yang memberikan bentuk caput lebih oval. Pada cavitas glenoidalis sebelah sentral mempunyai sudut 750 sehingga adanya ketidaksesuaian antara kedua bagian tulang yang membentuk persendian tulang ini, yang secara anatomi sendi ini tidak stabil.
2)   Sendi acromioclavicular
Sendi acromioclavicular ialah persendian antara extremitas acromialis clavicula dan acromion, sendi ini terbentuk dari ujung lateral clavicula dan permukaan sendinya berbentuk convek yang berasal dari ujung lateral clavicularis (facies articularis acromialis) yang dataran sendinya hampir berbentuk datar dengan sedikit konkaf yang bertemu dengan acromion. Bila kedua permukaan pembentuk sendi ini dilihat secara sepintas nampak hampir datar, oleh karena sendi ini termasuk sendi datar (gliding joint). Pada posisi anatomi arah sendinya agak miring dari posteromedial ke anterolateral. Dalam bidang horizontal terdapat pula kemiringan, sehingga clavikula terletak lebih atas dari acromion. Dalam keadaan normal permukaan sendi clavicula menghadap kearah lateral agak ke dorsal dan caudal.
Persendian ini di hubungkan oleh jembatan fibrocartilagenous, ligamentum acromioclavicularis superior dan inferior berfungsi untuk memperkuat capsul sendi di sebelah cranial dan caudal. Disamping itu sendi ini di stabilkan oleh ligamentum coracoclavicularis yang terdiri atas pers conoideum dengan bentuk conus yang apeknya disebelah caudal melekat pada basis processus corocoideus conoideum claviculae. Untuk pers trapezoideum yang terbentang antara facies superior processus coracoideus dan linea trapezoidea pada dataran inferior clavicula.
3)   Sendi sternoclavicularis
Sendi ini merupakan hubungan antara extremitas sternalis clavicula dengan sternum pada incisura yang diantara kedua tulang terdapat discus articularis. Sendi ini termasuk sendi sellaris, dimana permukaan kedua tulang pembentuk sendi ini plana, persendiaan ini diperkuat oleh capsul sendi dan ligamentum sternoclavicularis anterior yang menutupi fasies posterior sendi. Juga oleh ligamentum costaclavicularis yang berbentuk rhomboid yang melekat pada cartilage costa 1 (pada ujung medialnya), kearah craniolateral melekat pada impresia ligamenti costaclavicularis (tuberositas costalis clavicula) dan ligamentum clavicularis yang membentang antara kedua extremitas sternalis clavicula yang letaknya sebelah cranial incisura jungularis manubrium sterni. (Adji Darma, 1993).
4)   Sendi scapulothoracal
Sendi scapulothoracal bukan merupakan sendi anatomi tetapi suatu yang penting pada sendi fisiologi yang menambah gerakan pada shoulder gridle. Scapula konkaf dan permukaan thorax konveks. Gerakan sendi ini terkait dengan gerakan protraksi, retraksi, elevasi, depresi dan rotasi. Terjadi sliding diantara otot seratus anterior dan subscapularis.
Didalam pembentukan sendi bahu terdapat didalamnya capsul, ligamen dan bursa yaitu:
a)    Capsul
Merupakan bentuk silindris seperti lengan baju yang menutupi articular dari hubungan masing-masing tulang, bagian sisi lengan atas banyak yang bersatu dengan leher bagian tengah. Sedangkan bagian bawah melebar kepermukaan tungkai bawah. Pada garis atas terdapat epipysis yang merupakan bagian penting di luar capsul yang hampir mencapai sisi tengah sendi. Karena artikulasi pada humeri agak longgar sehingga dapat bergerak leluasa. Didaerah medial capsul ini melekat kebatas-batas glenoid dan kedaerah lateral ke collum anatonicum humerus kecuali di sebelah inferior dimana capsul ini meluas  sampai ke collum chirurgicum. Capsul diperkuat oleh potongan-potongan tendon pada otot rotator yang mengelilinginya. Dan juga merupakan bagian pelindung celah glenoidea ketika melakukan gerakan sendi sebagai batas dari gerakan otot articularis.  (Barnand, 1978).
b)   Ligament
Terdapat ligamentum - ligamentum disekitar articulasio humeri yakni: Ligamentum coracoclavicular yang berfungsi untuk memperkuat pertemuan antara clavicula dengan scapula yang kekuatanya tergantung pada  ligamen coracovicula, yang mana pertemuannya pada bagian lateral dari bagian depan processus coracoideus pada anterior di occipitalis dekat sinopial membrane.
Ligament conoideus merupakan celah yang menuju keatas berhubungan dengan sudut antara dua arah bagian processus coracoideus di tempat yang lebih lebar  pada bagian yang lebih tinggi dari coracoideus dibawah clavicula.Ligament coracohumeral merupakan bagian belakang yang terletak diatas dari pada sendi. Ligament ini berawal dari bagian lateral yang berasal dari processus coracoideus dan berjalan dari pinggir  ligament capsul hingga sampai leher lengan atas yang berhadapan dengan thuberositas yang besar. Pengikat yang besar ini kekuatanya melebihi ligament capsular.  (Barnand, 1978).
c)    Bursa
Ada dua bursa besar yang menghubungkan dengan dengan articulasio humeri yakni: bursa subscavularis yang memisahkan antara capsul bahu dengan tendon otot subscapularis yang lewat tepat disebelah anteriornya. Bursa supscapularis berhubungan dengan articulasi humeri. Bursa subacromialis yang memisahkan capsul bahu dengan ligamen coracocromiate diatasnya. Bursa ini tidak berhubungan dengan sendi.
Bursa juga salah satu penghubung cavum synopial yaitu bursa acromialis, bursa subdeltoideus, dan bursa subcoracoideus yang berfungsi untuk memudahkan pergeseran otot deltoideus, suprasupinatus, infrasupinatus, merupakan lapisan sebelah dalam otot deltoideus dan acromion. Bursa ini mempunyai sedikit cairan, gerakan adbuksi dan flexi lengan atas akan menyebabkan dua lapisan dinding bursa tersebut saling bergeser.  (Barnand, 1978).
c.    Persyarafan
Otot-otot daerah shoulder mendapat persyarafan dari flexus brachialis yang dibentuk oleh bagian perimer anterior dari  keempat nervus cervicalis dari lima tingkatan yaitu : tingkat radix, tingkat truncus, tingkat devisi, tingkat vasiculus dan tingkat cabang (Sujudi, 1989).
Radix-radix brachialis flexus terdiri dari C5-6 bersatu membentuk truncus superior, C7 menjadi truncus medianus dan C8, Th1 membentuk truncus inferior, dan kemudian masing-masing truncus pecah menjadi devisi anterior dan devisi superior yang terletak dibelakang clavicula. Devisi anterrior dari truncus superior dan medianus bersatu membentuk fasiculus yang terletak di dalam axilaris yang mana mereka mengelilingi arteri axilaris pada latero inferior dari otot pektoralis minor lalu terpecah menjadi cabang-cabang yaitu saraf perifer (Sujudi, 1989).
d.   Peredaran darah
System peredaran darah merupakan suatu jalan untuk memberi nutrisi pada jaringan – jaringan yang terdapat disekitar tubuh. Untuk daerah shoulder system – system peredaran darah arteri dan vena yaitu :
1.    System peredaran darah arteri
Arteri yang memelihara jaringan – jaringan yang ada di daerah shoulder berasal dari arteri subclavia yang merupakan cabang dari aorta dan berlanjut sebagai arteri axilaris dan pada daerah shoulder akan menjadi arteri brachialis.
a)    Arteri subclavia
Arteri ini berjalan antara clavicula dan costa satu kira-kira mulai dari pertengahan clavicula yang akhirnya masuk ke dalam fossa axilaris sebagai arteri axilaris. Arteri subclavia mempunyai beberapa cabang yaitu arteri vertebralis, arteri mamaria interna yang memelihara otot pectoralis mayor dan kulit thoraks.
b)   Arteri axilaris
Arteri ini merupakan lanjutan dari arteri subclavia yang berjalan dari tepi caudal clavicula dan apex fossa axilaris yaitu dibagian dorsal dari otot coracobrachialis dan berlanjut ke bagian ventral otot subscapularis, otot latisimus dorsi, otot teres mayor dan akhirnya sampai ke tepi otot pectoralis mayor dan berlanjut menjadi arteri brachialis yang dapat dibagi lagi atas :
(1)      Arteri thoracalis suprema
(2)      Arteri thoracalis acromion
(3)      Arteri subscapularis
(4)      Arteri circumflexa humeri anterior
(5)      Arteri circumflexa humeri posterior


2.    System peredaran vena
System peredaran vena dibagi menjadi dua bagian yaitu :
a)    Vena superficialis
b)   Vena profundus
Vena profundus ini di daerah shoulder mengikuti arteri – aretri sesuai dengan percabangan arteri yang ada dan terdiri dari :
(1) Vena axilaris
(2) Vena brachialis

e.    Otot
Jaringan otot merupakan jaringan kontraktil dan merupakan alat gerak aktif dari tulang. Otot juga mampu untuk dirangsang dan meneruskan serta mampu untuk kembali dari posisi terulur, dan otot mempunyai perlengketan pada bagian ujung – ujung perlengketan otot disebut origo dan insertion (Donatteli, 1991).
Origo merupakan perlengketan pada tulang yang relatif bergerak sedangkan insertio relatif tidak bergerak. Menurut fungsi dan pergerakannya maka otot – otot daerah shoulder dapat dibagi menjadi tiga kelompok yaitu :
1.    Otot yang menghubungkan shoulder dengan trunk, leher dan kepala :
a)    Otot seratus anterior
Merupakan otot yang berasal dari bagian anterior lateral costa 1 – 9, melalui bagian dalam scapula yang berinsertio pada tepi medial scapula. Dengan adanya otot ini maka scapula dapat difiksasi pada tempatnya yaitu pada rongga thoraks postero lateral. Hilangnya fiksasi otot ini menyebabkan lengan tidak dapat diangkat. Fungsi utamanya untuk menggerakkan abduksi scapula otot ini dipersarapi oleh nervus thoracalis longus C5-7.
b)   Otot trapezius
Otot ini terletak pada bagian proximal dari leher dan bagian superior otot punggung, otot ini berasal dari tulang oksipitalis, ligament nuchea dan processus acromialis scapula, acromion dan spina scapula. Fungsinya untuk penggerak adduksi dan elevasi scapula. Otot ini dipersarafi oleh N. accessories dan remi trapezius C3-4.
c)    Otot rhomboid mayor dan minor
Terletak disebelah dalam dari otot trapezius yang berhubungan antara scapula dan collum vertebralis. Otot rhomboid minor terletak dibagian atas dan otot rhombid mayor terletak dibagian bawah. Otot ini berasal dari ligament nuchea processus spinosus C6-7 – Th1-4, menuju ke insertionya ditepi medial scapula. Fungsi utamanya untuk menggerakkan abduksi scapula. Otot ini dipersarafi oleh N. dorsalis scapula C4-5.
d)   Otot pectoralis minor
Otot ini terletak pada bagian dinding anterior dari thoraks yang ditutupi oleh pectoralis mayor. Otot berasal dari costa 2-5 dan berinsertio pada processus coracoideus scapula. Fungsinya sebagai penggerak depresi dan rotasi scapula, otot ini dipersarafi oleh N. anterior dari thoracalis C6-8.
e)    Otot levator scapula
Otot ini ditutupi oleh upper trapezius dan otot- otot sternocleido mastoideus. Origonya terdapat pada processus transverses C1-4 dan insetionya pada margo medial dan superior, otot ini dipersarafi oleh N. dorsalis scapula C4-5.
f)    Otot subclavius
Otot ini terletak dibawah clavicula yang menghubungkan clavikula dengan costa. Origonya terletak pada permukaan superior iga rawan 1 dan insertionya pada sulcus subclavius pada permukaan bawah dua pertiga medial clavicula. Fungsinya untuk menarik clavicula ke antero inferior. Otot ini dipersarafi oleh N. subclavius C5-6.
2.    Otot – otot yang menghubungkan shoulder dengan humerus :
a)    Otot deltoid
Otot ini dibagi menjadi tiga bagian yaitu pars clavicularis yang berasal dari sepertiga lateral clavicula, pars acromialis yang berasal dari acromion serta pars spinalis yang berasal dari pinggir inferior spina scapula. Ketiga otot ini berakhir pada tuberositas deltoid humeri. Sebagian otot ini bekerja secara sinergis dan sebagian lagi secara antagonis. Fungsinya sebagai abduksi pada bagian pars acromion, flexi pada bagian pars clavicularis dan ekstensi pada pars sternalis. Otot ini dipersarafi oleh N. axilaris C5-6.
b)   Otot supra spinatus
Otot ini berasal dari fascia supra spinatus scapula yang bejalan diatas capsul sendi glenohumeral dan mencapai permukaan superior tuberculum mayus sebagai insertion yang fungsinya sebagai abduksi sendi glenohumeral dan sebagai fixator caput humeri. Otot ini dipersarafi oleh N. supra scapularis C5-6.
c)    Otot infra spinatus
Berasal dari spina scapula dan fascia spinata yang berjalan menuju tuberculum mayus. Fungsinya sebagai penggerak eksorotasi dan ekstensi glenohumeral. Otot ini dipersarafi oleh N. supra scapula C5-6.
d)   Otot teres minor
Otot ini berasal dari pinggir lateral scapula superior terhadap origo otot teres mayor dan berinsertio pada permukaan bawah tuberculum mayus. Fungsinya sebagai penggerak eksorotasi dari sendi glenohumeral, otot ini dipersarafi oleh N. supra scapularis.
e)    Otot subscapularis
Otot ini terletak pada bagian dalam scapula yang berasal dari fossa subscapularis, insertionya pada tuberculum minus dan bagian proximal crista tubercoli minoris. Fungsinya sebagai penggerak eksorotasi sendi glenohumeral. Otot ini dipersarafi oleh N. subscapularisC5-8.
f)    Otot teres mayor
Otot ini berasal dari pinggir lateral scapula dekat angulus inferior dan berinsertio pada crista tuberculi minoris, fungsinya sebagai penggerak ekstensi sendi glenohumeral serta membantu adduksi. Otot ini dipersarafi oleh N. subscapularis C5-6.
g)   Otot coraco brachialis
Otot ini berasal dari processus coracoideus bersama dengan caput breve biceps brachii, berinsertio pada permukaan medial humerus yang lanjutan dari crista tuberculi minoris, fungsinya untuk melakukan flexi sendi glenohumeral. Otot ini dipersarafi oleh N. musculocutaneus C5-7.
h)   Otot biceps brachii
Bentuk dari otot ini silinder dan tebal yang terletak dibagian anterior lengan atas. Origo sebelah superior tertutup oleh pectoralis mayor dan deltoid. Origonya ada dua yaitu untuk caput brevis dan caput longum, tuberositas supra glenoidale processus.insertionya melekat pada tuberositas radii. Fungsi utamanya untuk fleksi elbow. Otot dipersarafi oleh N. radialis C6-8.
3.    Otot – otot yang menghubungkan daerah trunk dengan humerus
a)    Otot latisimus dorsi
Merupakan otot yang lebar dan tipis yang berasal dari processus spinosus vertebralis thorakalis 7-12 sebagi pars vertebralis, dari fascia thoracolumbal dan illiaca dari C10-12 pars costalis dan selain itu sering juga berasal dari angulus inferior scapula sebagai pars scapularis. Berinsertio pada dasar sulcus bicipitalis humeri, berfungsi sebagai penggerak ekstensi, adduksi dan endorotasi lengan atas. Otot ini dipersarafi oleh N. thoracodorsalis C5-8.
b)   Otot pectoralis mayor
Merupakan otot terbesar yang terletak pada superficial dada bagian superior. Otot ini berasal dari paruh medial clavicula, sternum dan enam rawan iga bagian atas. Otot ini berinsertio pada crista tuberculli mayor. Fungsi utamanya adalah penggerak horizontal sendi glenohumeralis. Otot ini dipersarafi oleh N. thoracalis C5 – Th1.
f.     Pergerakan
Disini penulis akan menguraikan gerakan – gerakan yang terjadi di daerah shoulder, antara lain :
1.  Flexi, yaitu gerakan memutar dari pada tulang humerus yang dimulai dari 0° dengan menempel di sisi lateral tubuh bergerak ke depan, dan di akhiri tulang humerus tegak lurus atau 90°, gerakan ini terjadi pada bidang sagital dengan axis longitudinal. Ekstensi, yaitu kebalikan dari gerakan flexi yang berakhir 45° dibelakang tubuh. Gerakan ini terjadi pada bidang sagital dengan axis transversal. (Flexi – Ekstensi shoulder S:45°-0°-90°)
2. Abduksi, yaitu gerakan dari lengan ke arah atas yang dimulai dari 0° menempel di sisi lateral tubuh bergerak ke samping menuju ke atas dan berakhir 90° yang posisinya tegak lurus sejajar dengan kepala. Gerakan ini terjadi pada bidang frontal dan axis sagital.Adduksi, yaitu kebalikan dari gerkan abduksi yang mana gerakan ini terjadi pada bidang frontal dengan axis sagital. (Abduksi–Adduksi shoulder F:90°-0°- 55°).
3. Internal rotasi, yaitu gerakan yang dibentuk dalam posisi elbow 90°, kemudian dimulai 90° disamping sejajar tubuh. Gerakannya dengan memutar tulang humerus yang caranya lengan bawah bergerak kearah medial hingga 0°. Gerakan ini terjadi pada axis longitudinal. External rotasi, yaitu kebalikan dari gerakan internal rotasi yang dimulai dari 0° - 90°, yang terjadi pada axis longitudinal. ( External rotasi- Internal rotasi shoulder R:45°-0°-55°).
4. Abduksi horizontal, yaitu lengan posisi awal 0° tegak lurus di depan tubuh bergerak ke arah lateral yang berakhir 90°, yang terjadi pada axis bidang longitudinal. Adduksi horizontal, yaitu kebalikan dari gerakan Abduksi horizontal yang dimulai 90° - 0°, yang terjadi pada axis bidang longitudinal. (Abduksi horizontal – Adduksi horizontal R:45°-0°-135°).
3.    Patologi
Sendi Bahu merupakan salah satu sendi besar yang paling sering  terjadi dislokasi hal ini disebabkan karena rentang gerakan sendi bahu, mangkuk sendi glenoid yang dangkal serta pelonggaran dari  ligamen. Dalam hal ini penulis akan membahas tentang patologi dari dislokasi shoulder joint.
Pada post immobilisasi dislokasi shoulder sering di jumpai adanya permasalahan seperti adanya atropi, kontraktur, adanya nyeri gerak dan keterbatasan LGS. Dan untuk mempermudah pemeriksaan pada kasus ini dislokasi shoulder ini dapat juga dilakukan dengan milihat melalui photo rontgen atau (x-ray) tentang adanya perubahan bentuk dan dijumpai adanya keterbatasan gerak serta ketidakstabilan dari sendi bahu akibat dislokasi shoulder tersebut disi masih yang tampak adalah fragmen distal bergeser ke dorsal serta tertarik ke proximal akibat dari cidera tersebut.
a.    Etiologi
Adapun etiologi yang menyebabkan dislokasi shoulder adalah karena trauma yang datang dari arah anterior atau jatuh yang posisi lengan dalam keadaan hiper flexi akibat tekanan dalam usaha untuk mempertahankan tubuh atau karena over use (penggunaan gerakan yang berlebihan) dari sendi glenohumeral. Bisa juga karena cidera akibat dari  benturan yang terjadi secara tiba-tiba yaitu baik langsung maupun tidak langsung.
b. Perubahan patologi
Terlepasnya caput humeri dari cavitas gleoidalis akan menyebabkan hilangnya continuitas normal sendi glenohumeral yang mengakibatkan gangguan atau kerusakan pada otot-otot rotator cuff. Kerusakan jaringan tersebut akan di ikuti dengan kerusakan dari pembuluh darah, yang menimbulkan pembengkakan (oedema).
Setelah dilakukan reposisi untuk mengembalikan caput humeri ke cavitas glenoidalis. Selanjutnya harus di lakukan immobilisasi atau meniadakan gerakan sendi bahu selama 3-6 minggu dengan menggunakan balutan kuat yang menggunakan elastis bandage. Dimana dari posisi lengan sedikit abduksi shoulder elbow semi flexi dan menempel di depan dada.
Akibat dari tidak dilakukannya gerakan selama beberapa minggu sehingga adanya kelemahan otot akibat dari kontraksi otot yang menurun. Selain itu adanya nyeri akibat sirkulasi darah di daerah tersebut terlambat. Selain itu cairan yang ada di persendian menjadi menumpuk karena tidak dapat diserap dengan cepat, jika keadaan ini berlangsung terus  dalam waktu yang lama maka cairan itu akan semakin mengental dan lama kelamaan akan terbentuk jaringan fibrous yang akhirnya terjadilah perlengketan terhadap struktur jaringan ikat persendian.
c. Tanda dan gejala
Tanda dan gejala dari dislokasi shoulder adalah terlepasnya caput humeri dari cavitas gleinodalis yang menonjol kearah anterior, sehingga menimbulkan adanya masalah salah satunya adalah nyeri (nyeri tekan dan nyeri gerak), karena adanya kerusakan jaringan disekitar persendian serta posisi dari lengan yang selalu menempel pada tubuh dengan lengan bawah exorotasi( Bloch, 1978).
Adapun tanda dan gejala yang sering di jumpai  pada kondisi dislokasi shoulder adalah sebagai berikut:
1)        Nyeri (nyeri tekan dan nyeri gerak)
Nyeri ini timbul karena adanya kerusakan jaringan lunak maupun pemendekan otot-otot rotator cuff yang disertai penyumbatan pembuluh darah maupun saraf disekitar sendi bahu.
2)   Spasme otot
Spasme ini disebabkan oleh rasa nyeri yang merangsang reaksi protektif dari tubuh sehingga mengakibatkan sirkulasi darah tidak lancar.
3)      Keterbatasan gerak sendi (stiff joint)
Karena adanya kerusakan disekitar persendian (cairan sendi meningkat), pembuluh darah yang mengalami gangguan akan mengeluarkan cairan exaudat dari daerah persendian (tergantung arah dislokasi) didalam persendian itu sendiri.
4)      Gangguan fungsional
Merupakan akibat gejala-gejala yang telah disebutkan, dimana penderita dislokasi shoulder ini akan merasa terganggu saat melakukan aktifitasnya, seperti : menyisir rambut, memakai baju, mengendarai sepeda motor, dll.
d.   Komplikasi
Beberapa komplikasi yang dapatterjadi dari kondisi dislokasi shoulder post immobilisasi ini adalah:

1)  Nekrosis jaringan
Dislokasi dapat menyebabkan penekanan pembuluh darah yang berada di daerah persendian shoulder.
2)  Atropi otot
Atropi otot terjadi karena kurangnya darah sebagai pembawa nutrisi keotot-otot disekitar persendian dan lengan bawah serta tidak adanya pergerakan dalam waktu yang lama, maka otot-otot mengalami pengecilan.
3)  Kelemahan pada otot
Dengan mengistirahatkan otot-otot dalam waktu yang lama akan menyebabkan kekuatan otot tersebut menjadi berkurang.
4)  Perubahan postur
Akibat dari terjadinya dislokasi shoulder mengakibatkan adanya perubahan postur pada tubuh yaitu kyposis dan scoliosis. Kyposis terjadi karena adanya kelemahan otot-otot disekitar shoulder. Sehingga penderita lebih cenderumg bungkuk ke depan, sedangkan scoliosis terjadi akibat penderita menghindari rasa nyeri sehingga penderita sering memiringkan tubuhnya kesisi yang sakit.
e.    Prognosa
Dislokasi shoulder jika ditangani secara cepat oleh tim rehabilitasi medis terutama fisioterapi maka keadaan ini akan memproleh hasil yang oftimal dalam waktu yang singkat, maka dikatakan prognosisnya baik, sebaliknya bila kasus ini tidak ditangani secara dini maka dapat menimbulkan kecacatan maka dikatakan prognosisnya jelek (Sujudi, 1989).

B. Problematika Fisioterapi
Untuk mengetahui masalah yang timbul oleh post immobilisasi dislokasi shoulder joint yang berkaitan dengan profesi fisioterapi, maka pengetahuan tentang gambaran klinis dapat dijadikan dasar dalam penjelasan masalah ini.
1.    Impairment
Pada penderita dislokasi shoulder, biasanya ditandai dengan adanya :
a. Nyeri
Nyeri merupakan hal yang dirasakan oleh penderita post immobilisasi dislokasi shoulder yang tidak menyenagkan dan berkaitan dengan kerusakan jaringan adapun cara pengukuran skala nyeri dapat dilakukan dengan skala VAS. Pengukuran skala nyeri dilakukan dengan menarik garis lurus dengan cara memberi tanda pada awal dan ahir garis lurus tersebut. Setelah itu pasien disuruh menunjuk tanda yang sudah ditandai sehingga terapis dapat mengevaluasi nyeri yang dirasakan penderita ( Selamet Parjoto, 2007).
b. Penurunan kekuatan otot
Menurunnya kekuatan otot akibat jarang digerakkan dalam waktu yang lama. Untuk mengetahui kekuaan otot dapat menggunakan Manual Muscle Testing (MMT).
c. Keterbatasan LGS
Terjadinya keterbatasan LGS sebagai akibat dari sendi tidak digerakkan full ROM, tetapi hanya sebatas nyeri saja. Pengukuran LGS bisa dilakukan dengan goniometer.
2.    Fungtional limitation
Fungtional limination yaitu problem yang berupa penurunan atau keterbatasan dalam melakukan aktivitas fungsional akibat dari impairment. Adanya keterbatasan aktivitas fungsional pada penderita post immobilisasi dislokasi shoulder ini yaitu berupa (1) Sulit menyuap makanan ke mulut, (2) Sulit menyisir rambut, (3) Sulit mengancing baju, (4) Sulit mengambil sesuatu dari tempat yang tinggi, (5) Sulit meragah dompet.
3.    Disability
Disability yaitu ketidakmampuan pasien untuk melakukan aktivitas yang berhubungan dengan pekerjaan dan aktivitas sosial dengan masyarakat sebagai akibat dari Impairment dan Functional Limitation. Disability pada kasus ini yaitu ketidakmampuan penderita untuk melakukan aktivitas sosial di masyarakat, permasalahan kemampuan fungsional yaitu adanya kesulitan pasien untuk meluruskan lengan kanan secara maksimal sehingga penderita menjadi sulit untuk mengemudikan kendaraan seperti sepeda motor.
C. Teknologi Intervensi Fisioterapi
1. Ultra Sound (US)
Merupakan suatu modalitas yang menggunaan gelombang suara dan mempunyai frekuensi sangat tinggi, tidak dapat didengar oleh telinga manusia. frekuensi yang bisa digunakan untuk terapeutik berkisar antara (0,7MHz–3MHz). Jika energi US masuk kedalam jaringan tubuh, maka efek pertama yang dapat dirasakan adalah efek biologis, jika energi ini diserap oleh jaringan tubuh. Maka dengan adanya penyerapan tersebut, semakin dalam gelombang US masuk ke tubuh maka intensitasnya akan semakin berkurang (Toronto, 1971).
Gelombang US akan menimbulkan adanya peregangan dan pemanfaatan di dalam jaringan, dengan frekwensi US yang sama, sehingga dapat menimbulkan adanya variasi tekanan dalam jaringan yang berupa efek mekanik yang lebih dikenal dengan istilah micromasage. Adanya efek mikromassage dan panas yang ditimbulkan oleh mesin US akan memberikan efek biologis bagi tubuh antara  lain meningkatkan sirkulasi darah, relaxsasi otot, meningkatkan permeabilitas membran, meningkatkan kemampuan regenerasi jaringan, pengurangan rasa nyeri dan pengaruh terhadap saraf perifer (William, 1986).
Pembagian frekuensi ini hanya berdasarkan dapat atau tidak dapat didengar oleh telinga manusia. Pembagian ini sifatnya subyektif, karena batas pendengaran manusia akan berubah akibat bertambahnya umur.
Dalam bidang medis gelombang ultrasonik digunakan untuk:
1) Diagnosis, misalnya “Doppler Blood Flow” (frekuensi 5-10 Hz, intensitas 203 mw/cm2) dan pada “endoschopy” pemeriksaan organ dalam Contohnya lambung.
2)  Pembedahan, misalnya penghancuran batu kandung kemih (frekuensi 0,10 Mhz, intensitas 20 – 100 w/cm2).
3)  Terapeutik disebut juga terapi Ultrasaund (frekuensi 0,7 Mhz - 3 MHZ, intensitas 0,1 - 5 w/cm2) yang banyak digunakan fisiotrapi dalam rehabilitasi.
a.    Efek mekanik
Gelombang US masuk kedalam tubuh, maka efek pertama yang terjadi di dalam tubuh adalah efek mekanik. Gelombang US menimbulkan adanya peregangan dan perapatan dalam jaringan dengan frekuensi dari US. Oleh karna itu terjadi variasi tekanan sehingga menimbulkan efek mekanik yang biasa dikenal dengan istilah “micromassage”.
b.    Efek thermal
“Micromasasage” yang ditimbulkan oleh US akan menghasilkan efek panas dalam jaringan. Panas yang dihasilkan untuk tiap jaringan tidak sama, hal ini tergantung pada pemilihan bentuk gelombang (intermiten atau kontinue), intensitas atau durasi pemakaian. Yang paling besar mendapatkan panas adalah jaringan interfaces dibanding kulit, otot dan periosteum. Panas yang dihasilkan dapat mempengaruhi jaringan otot , cartilago, tendon dan kulit. Pengaruh panas yang dihasilkan US akan menambah aktivitas sel, vasodilatasi, dan melancarkan pengangkutan sisa metabolisme.
c.    Efek biologis
Efek biologis yang dihasilakan merupakan hasil gabungan dari pengaruh mekanik dan thermal diantaranya, meningkatkan sirkulasi darah, relaksasi otot, meningkatkan regenerasi jaringan, pengaruh terhadap saraf perifer dan mengurangi rasa nyeri.
d.   Indikasi
Indikasi dari US adalah keadaan-keadaan post trauma seperti : Contosio distorsi, luxaxio, fraktur, rhematoid pada stadium tidak aktif, kelainan pada sirkulasi darah, penyakit-penyakit pada organ dalam, kelainan pada kulit dan luka terbuka. (Sujatno, dkk, 1998).
e.    Kontra indikasi
Kontra indikasi absolid berupa : mata, jantung, uterus pada wanita hamil, epiphseal plates dan testis, sedangkan kontra indikasi relatif yaitu: post laminectomi, hilangnya sensibilitas, endorprothese, tumor, post traumatik, tromboplebitis, varices septis infalmation dan diabetes militus. (Sujanto, dkk, 1998).
2.    Terapi latihan
Terapi latihan merupakan salah satu pengobatan dengan pelaksanaannya menggunakan latihan-latihan gerakan tubuh baik secara pasif maupun aktif, dalam menangani kondisi dislokasi shoulder post immobilisasi digunakan jenis-jenis terapi latihan antara lain berupa passive movement, active movement, stretching dan terapi latihan  menggunakan alat (Rahmawatij, 2007).
Terapi latihan adalah petunjuk gerakan tubuh untuk memperbaiki penurunan fungsi, meningkatkan fungsi musculoskeletal dalam keadaan yang baik (Kottle, 1991). Terapi latihan merupakan tindakan fisioterapi dan dalam pelaksanaanya menggunakan latihan gerak tubuh yang baik secara aktif maupun pasif untuk mengatasi permasalahan kapasitas-kapasitas fisik dan kemampuan fungsional yang ada.

Terapi latihan dapat dibagi menjadi :
a.    Latihan passive movement
Adalah suatu latihan yang digunakan dengan gerakan. Yang dihasilkan oleh tenaga/kekuatan dari luar tanpa adanya kontraksi otot atau aktifitas otot. Semua gerakan dilakukan sampai batas nyeri atau toleransi pasien. Efek pada latihan ini adalah memperlancar sirkulasi darah, relaksasi otot, memelihara dan meningkatkan LGS, memperbaiki pemendekan otot, mengurangi perlengketan jaringan. Tiap gerakan dilakukan sampai batas nyeri pasien. Gerakan passive movement ini dibagi menjadi 2 yaitu:
1 ) Relaxed passive movement
Ini adalah gerakan yang terjadi oleh kekuatan dari luar tanpa diikuti kerja otot dari bagian tubuh itu sendiri (Kisner, 1996). Dosis lalihan 2 x 8 hitungan tiap gerakan.
2 ) Forced passive movement
Adalah gerakan yang terjadi oleh karena kekuatan dari luar tanpa diikuti kerja otot tubuh itu sendiri tetapi pada akhirnya gerakan diberikan penekanan. Gerakan ini bertujuan: (1) mengurangi pembentukan perlengketan jaringan lunak, (2) menjaga elastisitas jaringan, (3) mengurangi kontraktur, (4) mengurangi nyeri (Kisner, 1996).
Latihan passive pada sendi panggul ini posisi pasien tidur terlentang dan posisi terapis disamping pada sisi yang sakit (sisi kanan). Dosis terapi 2 x 8 hitungan tiap gerakan.
b.   Latihan active movement
Merupakan gerak yang dilakukan oleh otot-otot anggota tubuh itu sendiri (Kisner, 1996). Gerak yang dalam mekanisme pengurangan nyeri dapat terjadi secara reflek dan disadari. Gerak yang dilakukan secara sadar dengan perlahan dan berusaha hingga mencapai lingkup gerak penuh dan diikuti relaksasi otot akan menghasilkan penurunan nyeri. Disamping itu gerak dapat menimbulkan ”pumping action” pada kondisi oedem sering menimbulkan keluhan nyeri, sehingga akan mendorong cairan oedem mengikuti aliran ke proximal. Salah satu modalitas fisioterapi yang dapat diaplikasikan untuk mengurangi ketegangan jaringan lunak termasuk otot dengan rileksasi jaringan tersebut. Rileksasi dapat dilaksanakan sendiri oleh pasien dengan teknik aktif ressisted active exercise.
1) Assisted active movement
Gerakan ini terjadi oleh karena adanya kerja otot melawan gravitasi dan dibantu gerakan dan luar kecuali gaya gravitasi. Tiap gerakan dilakukan sampai batas nyeri pasien. Efek dari gerakan ini dapat mengurangi nyerikarena merangsang rileksasi propioseptif, mengembangkan koordinasi dan ketrampilan untuk aktifitas fungsional. Latihan ini dilakukan bisa berupa bantuan alat atau dari terapis dengan posisi tidur terlentang, Dosis latihan 2 x 8 hitungan tiap gerakan.
2) Free active movement
Gerakan ini terjadi akibat adanya kontraksi otot melawan pengaruh gravitasi tanpa adanya bantuan dan luar. Gerakan ini dilakukan oleh pasien sendiri dengan bantuan terapis. Tiap gerakan dilakukan 8 x 1 hitungan, efek dari gerakan ini untuk memelihara dan meningkatan LGS, meningkatan kekuatan otot, koordinasi gerakan. Dosis latihan 2 x 8 hitungan tiap gerakan.
3) Resisted active movement
Latihan ini merupakan latihan aktif dimana otot bekerja melawan tahanan. Tahanan ini dapat berupa dorongan yang berlawanan arah dengan tangan terapis. Tiap gerakan dilakukan 8 x 1 hitungan.Efek dari latihan ini dapat meningkatkan tekanan otot, dimana latihan iniakan meningkatkan rekrutment motor unit-motor unit sehingga akan semakin banyak melibatkan komponen otot-otot yang tahanan yang diberikan dengan penurunan frekuensi pengulangan (Kisner, 1996). Dosis latihan 2 x 8 hitungan tiap gerakan.
4) Hold rileks
Hold rileks adalah suatu teknik dimana otot atau grup antagonis yang memendek dikontraksikan secara isometris dengan kuat (optimal) yang kemudian disusul dengan relaksasi otot atau grup otot tersebut. Posisi pasien,terapis, pegangan dan fiksasi dengan gerakan harus tepat. Gerakannya: pasien disuruh mendorong tahanan yang diberikan, terapis melawan gerakan pasien, kemudian rileks, saat rileks terapis menggerakkan sendi ke arah gerakan yang diinginkan sampai full ROM. Aba-aba dari terapis yaitu dorong kuat...kuat...rileks. Diulang sampai batas nyeri.
c.  Codman pendular exercise
Codman pendular exercise pada mulanya adalah latihan ayunan pasif tetapi bertujuan utnuk menambahkan luas gerak sendi. Latihan dimodifikasi menjadi ‘active pendular exercise’, dengan menambah beban, latihan ini harus benar-benar diajarkan kepada penderita dan dapat dilakukan dengan benar.
Gerakan dimulai dari amplitudo yang kecil meningkat sampai terasa latihan pada struktur yang memendek atau lengket. Gerak ayunan diarahkan ke arah gerak yang mengalami pembatasan gerakan.
Ditulis Oleh : "Ade Putra Suma"
ade putra suma Terima Kasih atas kunjungan Anda. Saat ini Anda sedang membaca artikel tentang Fisioterapi Pada Post Immobilisasi Dislokasi Shoulder (BAB II). Jika Anda ingin mengcopy-paste atau menyebar-luaskan artikel ini, jangan lupa untuk meletakkan link dibawah ini sebagai sumbernya, Terima Kasih.
Artikel Terkait:

3 komentar untuk "Fisioterapi Pada Post Immobilisasi Dislokasi Shoulder (BAB II)"

  1. sangat bermanfaat sekali, sayang tidak dilampirkan dengan gambar2 nya, trimakasih ya

    BalasHapus
  2. sangat bermanfaat sekali, sayang tidak dilampirkan dengan gambar2 nya, trimakasih ya

    BalasHapus
    Balasan
    1. sama2,
      sering2 mampir kemari gan,,
      (y)

      Hapus