Artritis Reumatoid Juvenil


1. Batasan
     Arthritis Reumatoid Juvenil (ARJ) adalah salah satu bentuk penyakit reumatik yang termasuk dalam kelompok penyakit jaringan ikat.

2. Etiologi
     Penyebab pasti ARJ masih belum diketahui. Beberapa faktor etiologi berperan dalam munculnya ARJ, antara lain faktor : infeksi, autoimun, trauma, stress dan faktor imunogenetik.

3. Patogenesis
     Patogenesis ARJ sering dikaitkan dengan imunopatogenesis penyakit kompleks imun dari penyakit autoimun : autoantigen (agregat IgD dan antigen sinovia) -> pengaruh beberapa rangsangan (faktor imunogenetik, kelainan mekanisme sel T supresor, reaksi silang antigen dan berbagai penyebab lain seperti virus) -> akan memproduksi autoantibodi pada ARJ.

· Kelainan tahap awal
     Belum jelas, telah diidentifikasi kerusakan mikrovaskuler dan proliferasi sel sinovia -> edema sinovium dan proliferasi sel sinovia mengisi rongga sendi. Tahap awal predominan sel PMN, sedikit IgM (IgM anti IgG = faktor rheumatoid).
Reaksi autoantigen-antibodi -> kompleks imun -> aktivasi sistem komplemen -> terjadi pelepasan material biologik limfokin -> reaksi imflamasi. Reaksi imflamasi -> disertai proliferasi dan kerusakan jaringan sinovia.

· Tahap lanjut
     Fase kronis, mekanisme kerusakan jaringan lebih menonjoldisebabkan respons imun selular -> karakteristik arthritis rematoid kronik, adanya kerusakan tulang rawan, ligamen, tendo dan kemudian tulang. Kerusakan ini disebabkan oleh produk enzim dan pembentukan jaringan granulasi akibat aktivasi sistem imun selular. Sel limfosit, prostaglandin serta plasminogen yang akan mengaktifkan sistem kalikrein dan kinin-bradikinin. Produk-produk ini akan menimbulkan reaksi inflamasi dan kerusakan jaringan lanjut.

4. Bentuk Klinis
a. Tipe onset poliartritis : gejala arthritis terjadi pada lebih 4 sendi, terbanyak pada sendi jari, biasanya simetris, dapat juga pada sendi lutut, pergelangan kaki dan siku.
b. Tipe onset oligoartritis : mengenai 4 sendi atau kurang (biasanya mengenai sendi besar) terutama didaerah tungkai.
c. Tipe onset sistemik : didapatkan demam intermiten dengan puncak tunggal atau ganda > 39oC selama 2 minggu atau lebih -> muncul arthritis. Biasanya disertai kelainan sistemik berupa ruam rheumatoid serta kelainan visceral (hepatosplenomegali, serositis, limpadenopati).

5. Komplikasi
a. Gangguan pertumbuhan & perkembangan akibat penutupan epifisis dini.
b. Komplikasi akibat pengobatan steroid -> Vaskulitis, ensefalitis, amiloidosis sekunder.
c. Kelainan tulang dan sendi yang seperti ankilosis, luksasi atau fraktur.

6. Prognosis
a. 70-90% sembuh tanpa kecacatan. 10% dapat terjadi cacat sampai dewasa.
b. Sebagian kecil sekali menjadi bentuk arthritis rheumatoid dewasa.
c. Prognosis kurang baik pada tipe onset sistemik atau poliartritis, atau disertai uveitis kronik, erosi sendi, fase aktif yang berlangsung lama, nodul rheumatoid dan faktor rheumatoid positif.
d. Angka kematian sangat rendah (2-4%), sering dihubungkan dengan gagal ginjal akibat amiloidosis serta infeksi.

7. Diagnosis
Dasar Diagnosis
     Sendi yang terkena arthritis terasa hangat dan biasanya tidak terlihat eritem. Secara klinis ditentukan dengan menemukan paling sedikit 2 gejala inflamasi sendi yaitu gerakan yang terbatas, nyeri atau sakit pada pergerakan dan panas. Pada anak kecil yang lebih menonjol adalah kekakuan sendi pada pergerakan terutama pagi hari.
Dipakai kriteria diagnosis menurut American Rheumatism Association (ARA), yaitu :
· Usia penderita kurang dari 16 tahun
· Arthritis pada suatu sendi atau lebih
     Ø Lama sakit lebih dari 6 minggu
     Ø Tipe onset penyakt :
· Poliartritis (> 4 sendi)
· Oligoartritis (< 4 sendi)
· Sistemik
     Ø Kemungkinan penyakit arthritis lain dapat disingkirkan

Gejala klinis yang menyokong kecurigaan ARJ:
     Kaku sendi pada pagi hari, ruam reumatoid, demam intermiten, perikarditis, uveitis kronik, spondilitis servikal, nodul rheumatoid, tenosinovitis. Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan antibodi antinuclear (ANA), factor rheumatoid (RF), serta peningkatan titer komplemen C3 dan C4.

Langkah Diagnosis :
· Anamnesis
· Pemeriksaanfisik
· D/ ARJ semata-mata berdasarkan klinis
Pemeriksaan laboratorium/penunjang utk mendukung/menyingkirkan diagnosis.
Tegakkan diagnosis dan identifikasi luasnya manifestasi klinis.
Indikasi rawat
Semua dirawat, untuk mengontrol gejala dan menelusuri manifestasi esktra artikuler.

8. Penatalaksanaan
· Dasar pengobatan suportif, bukan kuratif. Pengobatan secara terpadu untuk mengontrol manifestasi klinis dan mencegah deformitas dengan melibatkan dokter anak, ahli fisioterapi, latihan kerja, pekerja sosial, bila perlu konsultasi pada ahli bedah dan psikiatri.

· Medikamentosa :
Ø Obat anti inflamasi non steroid (AINS)
A.Asam Asetil Salisat (AAS) dosis 75-90 mg/kgBB/hari peroral, dibagi 3-4 dosis, diberikan bersama makanan, selama 1-2 tahun setelah gejala klinis menghilang.
Ø AINS lain : sebagian tidak boleh diberikan pada anak. Pemberiannya hanya untuk mengontrol nyeri, kekakuan dan inflamasi pada anak tertentu yang tidak responsif terhadap AAS atau sebagai pengobatan inisial, misalnya :

· Tolmetin : dosis inisial 20 mg/kgbb/hari, kemudian 15-30 mg/kg bb/hari dibagi 3-4 dosis, diberi bersama makanan atau antasid.

· Naproksen 10-15 mg/kgbb/hari dibagi 2 dosis.

·Analgesik lain : Asetaminofen dosis 10-15 mg/kgBB/kali, setiap 4-6 jam sesuai kebutuhan, jangan diberikan lebih dari 5 kali perhari -> untuk mengontrol nyeri atau demam terutama pada penyakit sistemik (pemberian > 10 hari memerlukan pengawasan yang ketat, tidak boleh diberikan untuk waktu lama karena dapat menimbulkan kelainan ginjal.

· Obat anti rematik kerja lambat = Slow Acting Anti Rheumatic Drugs (SAARDs) -> hanya diberikan pada poliartritis progresif yang tidak menunjukan perbaikan dengan AINS, contoh : Hidroksi klorokuin, garam emas (gold salt). Penisilamin dan sulfa salazin.
Ø Hidroksiklorokuin. Dosis 6-7 mg/kg BB/hari, setelah 8 minggu turunkan jadi 5 mg/kg BB/hari dibagi 2 dosis, jika setelah terapi 6 bulan tidak ada perbaikan -> dihentikan.
Ø Garam emas. Dipakai dosis awal 5 mg. IM dan kemudian dosis ditingkatkan sampai 0,75-1 mg/kgBB/minggu (<50mg). Jika remisi telah tercapai dalam 6 bulan diteruskan dengan dosis yang sama dengan injeksi tiap-tiap 2 minggu selama 3 bulan, kemudian setiap 3 minggu setelah 3 bulan, lalu setiap 4 minggu, diteruskan sampai beberapa tahun remisi.

· Penisilamin diberikan inisial 3 mg/kgBB/hari (< 250 mg/hari) selama 3 bulan, kemudian 6 mg/kgBB/hari (< 500 mg/hari) dalam 2 dosis selama 3 bulan, sampai maksimum 10 mg/kgBB/hari, dalam 3-4 dosis terbagi selama 3 bulan. Dosis rumatan diteruskan selama 1-3 tahun.

· Sulfasalazin : dosis 30-50 mg/kgBB/hari, dibagi 4-6 dosis, diberi bersama makan, jangan diberikan bersama antasid. Setelah tidak ada keluhan dosis diturunkan perlahan-lahan sampai 25 mg/kgBB/hari. Dapat digunakan sampai beberapa tahun.

· Kortikosteroid : prednison 0,25-1 mg/kgBB/hari dosis tunggal, jika keadaan lebih berat dosis terbagi, jika terjadi perbaikan klinis dosis diturunkan pelan-pelan, kemudian distop.

· Imunosupresan : pada keadaan berat yang mengancam kehidupan dipakai metotreksat. Dosis inisial 5 mg/m2/minggu, jika respons tidak adekuat setelah 8 minggu pemberian, dapat dinaikkan menjadi 10 mg/m2/minggu. Lama pengobatan adekuat 6 bulan.

· Obat lain yang biasa dipergunakan adalah azatioprin, siklofosfamid dan klorambusil.

9. Tindak lanjut
· Evaluasi luas manifestasi klinis, periksa mata, terutama pada ARJ tipe oligoartritis dengan ANA (+) dan penderita yang mendapat terapi hidroksi klorokuin.
· Untuk mempertahankan fungsi dan mencegah deformitas tulang dan sendi dilakukan fisioterapi dibagian URM.
· Konsultasi kebagian bedah tulang.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar